Tentang kami

Bekasi, Jawa Barat, Indonesia
ARANA adalah sebuah Majalah Islam yang terbit tiap bulan di bawah Yayasan IRENA CENTER. Dengan misi utama membentengi Aqidah ummat dan membina Muallaf.

Minggu, Februari 10, 2008

Ada apa dengan Papua ??


Ada apa dengan Papua ?? Tampaknya Papua seperti anak ayam yg mati di lumbung ubi. Bagaimana tidak, Papua merupakan penyumbang emas terbesar No.2 di dunia.

Namun ironisnya, Amerika Serikat selama ini memperoleh kekayaan hingga mereka mampu hidup mapan di negaranya adalah sumbangan dari salah satu provinsi di Indonesia yaitu Papua. Sementara Indonesia saat ini hanyalah negara miskin, menurut image dunia, yang hanya bisa mengirimkan para tenaga kerja ke luar negeri untuk dijadikan pekerja kasar dengan gaji rendah.

Jika Indonesia mempunyai image negara miskin di dunia, namun Papua pun mempunyai image provinsi yang rakyatnya seolah-olah tidak pernah tersentuh oleh peradaban dan hidup di bawah garis kemiskinan. Bencana kelaparan pernah terjadi di Kabupaten Yahukimo Irian Jaya, November 205, dengan korban tewas 55 orang, 112 sakit berat dan 15 ribu penduduk kelaparan. Bahkan sebuah Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Papua untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan jumlah korban meninggal 154 orang.

Benarkah propinsi Papua miskin? “ I FOUND THE PARADISE!!”, ungkap Ester wisatawan asal Belanda yang kagum akan keindahan alam di kawasan Kepulauan Raja Ampat, Papua. Lautan Papua sangat kaya organisme laut. Kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia.

Fak-Fak, hutan perawan dengan kayu-kayu mahal. Cokelat, cengkeh, pala dan kopi tumbuh subur disana. Lautan seluas 2.292 Km2 dengan panjang pantai 484 mil menyimpan berbagai macam kekayaan laut. Nabire, kota pantai dengan 1,4 juta ha taman laut yang sangat indah.

Di Sorong, terdapat minyak bumi dengan jumlah yang sangat besar, nikel di pulau Gag, mutiara di Waigeo, Bantata dan Misol. Selain di Sorong, batu bara dan gas bumi juga terdapat di Jayapura, Membramo, Yapen Waropen dan Manokwari yang mempunyai deposit terbesar di seluruh daratan Papua. Di Timika, penambangan emas dan tembaga 200 ribu ton perhari, belum terhitung perak, platina, nikel, batu bara, kapur, marmer, kaolin serta batu gamping.

Pegunungan Papua merupakan tambang emas terbesar di dunia dengan cadangan terukur kurang lebih 3.046 ton emas, 31 juta ton tembaga dan 10 ribu ton lebih perak yang masih akan dikeruk hingga 34 tahun mendatang (menurut berbagai sumber). PT Freeport sejak 1991 hingga 2002 telah memproduksi total 6,6 juta ton bijih tembaga, 706 ton emas dan 1,3 juta ton perak. Jumlah ini setara dengan US$ 8 milyar.

Membaca kenyataan ini, Papua adalah sesuatu nuu waar ( sumber cahaya yang masih tersembunyi) yang ajaib. Papua menyimpan banyak kekayaan alam dan dengan satu provinsi saja, Papua diperkirakan mampu menjamin kehidupan untuk rakyat Indonesia umumnya dan Papua khususnya. Palinbg tidak Indonesia merupakan negara terkaya di dunia dengan bermodalkan satu propinsi saja yakni di Papua.
Namun Indonesia tetap saja dikenal sebagai negara miskin materi, karena harus menanggung hutang negara kepada IMF dan Bank Dunia. Indonesia juga dikenal miskin moral karena selama ini dicekoki gaya hidup AS dan Eropa yang semuanya bertentangan dengan norma-norma Islam. Lebih menyedihkan lagi, rakyat Papua itu sendiri hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak pernah tersentuh peradaban.


Lalu ada apa dengan Papua? Apakah pemerintah pusat meng-anak-tirikan propinsi tersebut?? Adakah pemerintah menelantarkan rakyatnya hingga membiarkan mereka hidup dibawah garis kemiskinan, bodoh, primitif dan mati kelaparan? Ternyata tidak.

Anggaran Belanja (APBD) Papua merupakan salah satu yang terbesar di seluruh Indonesia. Pemerintah Pusat, hingga pada tahun berjalan ini, mengucurkan tak kurang dari Rp 17 Triliun kepada Pemerintah Daerah Papua. Kemudian menyusul tambahan dana Rp 24,4 Triliun pada tahun anggaran 2008.

Dana sebesar itu hanya digunakan untuk menghidupi warga masyarakat Papua yang berjumlah 2 juta jiwa saja. Dalam jumlah tersebut belum termasuk dana-dana bantuan dari Luar Negeri yang masuk melalui PBB dan LSM asing. Namun ternyata jumlah dana yang begitu besar hanya mampu menghantarkan rakyatnya untuk hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak terjamah peradaban.

Tampaknya masih ada fakta lain yang masih tersembunyi di bawa permukaan. Bukanlah hal yang mengada-ada bila semua itu terjadi karena misi misionaris bukan hanya sekedar wacana. Mereka terbukti berada dibalik semua fenemona kemiskinan, kebodohan dan keprimitifan rakyat Papua.

Para anggota legislatif dan yudikatif yang bercokol di DPRD dan bahkan anggota Kepolisian Negara RI adalah para penentang berdirinya Islamic Centre. Pada 17 Nopember 2005 yang ikut hadir dalam demo penentang berdirinya Islamic Centre seperti Bupati Manokwari Drs. Dominggus Mandacan, Ketua DPRD Kabupaten Manokwari Moses Mosioi, STh, Dandim 1703 Manokwari Letkol Suyitno dan Kapolres Manokwari AKBP Drs. Pietrus Waine, SH, serta sejumlah anggota DPRD Kabupaten Manokwari. Dibarisan long march terdepan, tampak pendeta-pendeta diantaranya Wakil Ketua Sinode GKI Papua, Pdt Herman Awom. Pernyataan sikap Kristiani Manokwari dibacakan oleh Ketua Badan Pekerja Antar Gereja Pdt I.S. Rumbiak STh. Dengan dalih bahwa penduduk mayoritas rakyat Papua adalah Nasrani. Benarkah?? Karena menurut Junaidi aktivis GP Anshor, selisih penduduk non-Muslim dan Muslim di Manokwari tidak terpaut jauh..

Melihat ada gelagat Islam akan eksis dengan adanya Islamic Centre dan mengungkap kenyataan saat ini yg terjadi di Papua, maka para misionaris menggulirkan isu Papua adalah tanah Kristen. Mereka mengklaim bahwa mayoritas penduduk Papua adalah Nasrani. DPRD Manokwari juga menyiapkan Raperda yang menetapkan Manokwari sebagai kota Injil.

Sebuah pertanyaan besar timbul, benakah masyarakat Papua mayoritas Nasrani?? Ternyata jawabannya, TIDAK!! Menurut salah satu tokoh Islam di Papua, pada tahun 1994, sensus dilakukan pada penduduk Jayapura dan hasilnya 70% Muslim, namun fakta ini ditolak oleh Pemda setempat. Dan menurut tokoh Islam lainya yang juga pengasuh pondok pesantren Darut Taqwa Manokwari, Raperda yang diluncurkan untuk membangun kota Injil adalah bukan murni dirancang oleh Pemerintah Daerah, namun merupakan tekanan dari pihak gereja seluruh Papua.

Hana
Penulis aktif milis INSIST

REAL PARADISE IN PAPUA


"I FOUND the paradise," ungkap Ester wisatawan asal Belanda yang sangat kagum akan keindahan alam di kawasan Kepulauan Raja Ampat, Papua. Lautan Papua sangat kaya organisme laut. Ini disebabkan karena posisi kepulauan Papua yang terletak di Segi Tiga Karang (Coral Triangle) yang terdiri dari Indonesia, Filipina, Malaysia, Papua New Guinea, Jepang, dan Australia. Kawasan Coral Triangle ini dikenal sebagai kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia.

Ikan paus, kura-kura laut, ikan berbagai warna dan bentuk yang setidaknya terdiri atas 1.084 species, terumbu karang yang masih dalam kondisi sangat baik dan keindahan alam laut, kesemuanya itu dapat disaksikan dengan mata telanjang di Raja Ampat dan Surga Penghuni Laut Dalam di daerah Kaimana Papua Barat. Sungguh keindahan yang sangat luar biasa. Belum lagi penemuan spesies baru baik dari hewan kecil, burung-burung dan tanaman-tanaman langka terus terjadi di Papua.

Tak berlebihan rasanya kalau Papua dikatakan telah membuat jatuh cinta seluruh pelosok dunia. Tidak hanya apa yang tersimpan di wilayah perairannya saja tapi hingga sampai apa yang terkandung di dalam perut buminya. Kekayaan alam Papua yang melimpah ruah ini adalah aset bangsa Indonesia, seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia seluruhnya, rakyat Papua khususnya.


Kekayaan Papua

Di Timika, potensi penambangan emas dan bijih tembaga 200 ribu ton perhari, belum terhitung perak, platina, nikel, batu bara, kapur, marmer, kaolin serta batu gamping. Pegunungan Papua merupakan tambang emas terbesar di dunia dengan nilai cadangan terukur kurang lebih 3.046 ton emas, 31 juta ton tembaga dan 10 ribu ton lebih perak yang masih akan bisa dikeruk hingga 34 tahun mendatang.

Sebagi contoh PT Freeport yang sejak 1991 hingga 2002 telah memproduksi total 6,6 juta ton bijih tembaga, 706 ton emas, dan 1,3 juta ton perak. Jumlah ini setara dengan 8 milyar US$. Katakanlah 1 US$ = 7.100 rupiah (kurs akhir 1999), maka setara dengan 56,8 triliun rupiah. Papua adalah penyumbang emas terbesar nomor 2 untuk industri emas di Amerika Serikat.

Fak-Fak, hutan perawan dengan kayu-kayu jenis amat mahal : merbau, aghatis, meranti, ketapang dan mersawa. Cokelat, cengkeh, pala dan kopi adalah komoditas yang tumbuh subur di sini. Lautan seluas 2.292 km2 dengan panjang pantai 484 mil yang menyimpan berbagai macam kekayaan laut.

Di Sorong, terdapat minyak bumi dalam jumlah sangat besar, nikel di pulau Gag, mutiara di Waigeo, Bantata dan Misol. Seperti halnya di Sorong, batu bara dan gas bumi juga terdapat di Jayapura, Membramo, Yapen Waropen dan terutama Manokwari yang mempunyai deposit terbesar di seluruh daratan Papua.

Merauke, kawasan hutan seluas 11.768.256 Ha yang belum tergarap secara optimal.

Nabire, kota pantai dengan luas 1,4 juta Ha Taman Laut yang menyimpan berbagai spesies laut seperti lumba-lumba, putri duyung, penyu, kura-kura dan ribuan jenis mahluk laut lain.

Belum termasuk daerah-daerah lain dimana menyimpan potensi kekayaan alam yang belum terdeteksi dan tersentuh oleh tangan-tangan manusia. Di sini sarana transportasi adalah hal yang sangat menentukan.

Ironi

Tapi apa fakta di depan mata ? Negara ini memikul hutang yang demikian besar, mayoritas masyarakat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan, sektor pendidikan tidak tergarap dengan baik. Tapi ada satu hal yang sesungguhnya sangat mengiris hati. Rakyat Papua ! mereka adalah pemilik kekayaan alam terbesar di muka bumi ini tapi hidup dalam kondisi yang sangat menyedihkan.



Silmy

Sumber : Walhi.or.id ; Charisma Indonesia ed.Des-Jan 2008.

KEMISKINAN DI PAPUA



Di sebuah wilayah yang sangat subur dengan kekayaan alam dan tambang yang luar biasa melimpah, rakyat Papua hidup dibawah garis kemiskinan,dalam kebodohan dan sangat primitif

Meski di tanah leluhurnya terdapat tambang emas terbesar di dunia, orang Papua khususnya yang tinggal di Mimika, Paniai, dan Puncak Jaya pada tahun 2004 hanya mendapat rangking ke 212 dari 300-an lebih kabupaten se Indonesia untuk Indeks Pembangunan Manusia.

Anggaran belanja (APBD) Papua adalah salah satu yang terbesar di seluruh Indonesia. Tahun berjalan ini saja tak kurang dari 17 trilliun rupiah telah dikucurkan oleh pemerintah pusat dan akan disusul dengan 24,4 trilliun rupiah pada tahun belanja yang baru 2008. Jumlah ini belum termasuk dana-dana bantuan dari luar negeri yang masuk melalui PBB dan LSM asing. Lalu apakah dana ini tidak cukup bagi orang Papua yang hanya berjumlah 2 juta jiwa saja ?

Keajaiban Dunia

Sebenarnya sebuah keanehan yang sangat tidak masuk akal, mustahil bisa diterima dengan rasio. Betapa tidak ? Di sebuah wilayah yang sangat subur dengan kekayaan alam dan tambang yang luar biasa melimpah, tapi rakyat Papua hidup dibawah garis kemiskinan, kebodohan dan sangat primitif.

Jika Indonesia disebut sebagai pemilik salah satu dari 7 keajaiban dunia dengan adanya Borobudur di Indonesia, maka bukan Borobudur, tapi kondisi rakyat Papua-lah salah satu ‘keajaiban dunia’ yang sesungguhnya.

Kemiskinan

Secara teori, berdasarkan faktor penyebabnya kemiskinan bisa dikategorikan dalam dua hal, yakni kemiskinan Struktural dan kemiskinan Alamiah. Kemiskinan Struktural atau bisa disebut Man made poverty, adalah kondisi kemiskinan yang lebih disebabkan oleh struktur sosial yang ada yang mencakup tatanan organisasi dan aturan permainan yang diterapkan. Sedangkan Kemiskinan Alamiah banyak disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan sumberdaya alam.

Man made poverty

Untuk Papua, kemiskinan struktural adalah salah satu faktornya. Pejabat yang korup, terjadinya kolusi, nepotisme serta diskriminasi. Status otonomi khusus dan otonomi daerah yang diterapkan di Papua sama sekali tidak membawa dampak signifikan, kecuali hanya memperkaya beberapa pribadi yang mabuk oleh gelimang lembaran rupiah yang mereka terima (Charisma, ed.des-jan’08).

Dan ironisnya seperti yang dinyatakan Annie Numberi-istri Freddy Numberi – Menteri Kelautan dan Perikanan (dikutip dari Charisma), mayoritas yang duduk dalam posisi eksekutif dan legeslatif di Papua adalah justru para pendeta. Padahal untuk Papua nilai APBD yang dikucurkan adalah terbesar ke dua di Indonesia. Lalu kemana semua uang tersebut ?

Usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat sudah patut. Lalu bagaimana jajaran pemerintah tingkat daerah ? Seperti kata Gubernur Papua Barnabas Suebu di Den Haag, Sabtu (27/10), diakui adanya kesalahan leadership, adanya mismanagement dan penyalah gunaan dana yang sangat besar di tingkat pemerintah daerah sehingga ia menyebutkan sangat mendesak diwujudkannya good governance yang melayani rakyat dengan sebaik-baiknya.

Kemiskinan Alamiah

Penyebab dominan dari kemiskinan yang lain adalah kondisi dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah. Bisa dikatakan rakyat Papua sangat primitif, tidak tersentuh peradaban dan tidak mengenal teknologi. Walaupun alam Papua bagai surga dunia, tetapi dengan sumberdaya manusia yang sangat rendah mustahil mengangkat kesejahteraan mereka. Dan yang terjadi saat ini adalah penindasan hak rakyat Papua, perampokan kekayaan dan pembodohan.

Konflik di Papua lebih disebabkan adanya kecemburuan sosial. Jika saja penduduk asli Papua mampu bersaing dengan pendatang dan rakyat Papua mampu menjadi tuan di tanah mereka sendiri maka kecemburuan otomatis tidak akan terjadi. Jika dikatakan hambatan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan dan pendidikan rakyat Papua disebabkan letak geografis dan sarana transportasi, apakah dana sebesar 17 triliun yang pada tahun 2008 ini menjadi 24 triliun, kurang ?

Yahukimo, pembentukan opini

Sebuah media menyebutkan bencana kelaparan terjadi di Kabupaten Yahukimo Irian Jaya. Diumumkan korban tewas 55 orang, 112 orang sakit berat dan 15 ribu penduduk kelaparan. Bahkan sebuah Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Papua untuk Hak Asasi Manusia menyebutkan jumlah korban meninggal 154 orang sejak 11 November 2005.

Jika dilihat, kondisi wilayah Yahukimo memang tidak bersahabat, bahkan dikatakan dihuni oleh masyarakat nomad abad 21 (the stone age periode society in 21st century). Secara geografis berada di titik tengah pegunungan Papua, sehingga terisolasi. Penduduk setempat masih menggunakan koteka sebagai pakaian tradisional, sistem perekonomian masih primitif, sangat bergantung pada alam, sama sekali belum mengenal intensifikasi, ekstensifikasi atau bahkan diversifikasi komoditas pangan.

Angka kematian di Papua sebesar 55 orang diakhir tahun 2005 dikatakan sebagai akibat dari kelaparan yang melanda wilayah Yahukimo. Dampak dari ketidakpedulian pemerintah Indonesia yang hanya mengeruk keutungan saja dari Papua. Tapi ketika berita tersebut diteliti lebih lanjut ternyata kondisi di lapangan tidak memberikan kenyataan yang sama.

Menkokesra membantah. Menkes memberikan data yang lain dari penyebab kematian 55 orang tersebut. Beberapa sumber yang asli orang sana pun mengatakan fakta kematian memang ada tapi penyebab berbeda-beda, permasalahan yang kompleks sehingga bencana tersebut tidak bisa ditumpangkan demikian saja sebagai kesalahan pemerintah pusat.

Disisi lain, Papua menjadi perhatian dunia, kondisi kelaparan di Yahukimo sengaja di blow-up sebagai komoditas politik untuk mengusung disintegrasi bagi pihak-pihak yang menginginkan melepaskan diri dari NKRI. Pemerintah Indonesia dianggap hanya mengeruk kekayaan Papua, gagal menangani kesejahteraan mereka yang di Papua. Bahkan lebih jauh lagi, pemerintah Indonesia dianggap sebagai menjajah rakyat Papua.

(silmy kaffaah – berbagai sumber)

AMBISI GEREJA YANG TAK KESAMPAIAN

PERDA MANOKWARI
AMBISI GEREJA YANG TAK KESAMPAIAN

Raperda ini bukan murni dirancang oleh pemerintah daerah, namun merupakan
tekanan dari pihak gereja seluruh Papua
Upaya kristen membendung perkembangan ummat Islam terlihat sangat jelas.
Di daerah Manokwari, Papua, sedianya akan dibangun Islamic Center pada tahun 2005 yang lalu tapi akhirnya batal. Rencana pembangunan Islamic Center ini berdasarkan kebutuhan masyarakat setempat. Artinya disana Muslim telah menjadi mayoritas, tapi pihak Kristen tidak membiarkan pembangunan ini dengan opini yang telah mereka kembangkan sekian lama bahwa Papua adalah tanah kristen.

Ide tentang Kota Manokwari sebagai kota Injil muncul pertama kali pada 17 November 2005 saat demo masyarakat menentang pembangunan Islamic Center di Manokwari. Kemudian muncul lagi ke permukaan pada 7 Maret 2007. Rupaya telah mereka godok selama dua tahun untuk menjadi sebuah rancangan peraturan daerah (raperda).

Anehnya ketika bola panas ini bergulir dan menuai protes, pihak pemerintah daerah, eksekutif maupun legeslatif saling mengelak. Pihak gerejapun yang awalnya sangat getol bahkan memimpin demo dan mereka juga yang membacakan petisi di depan gedung DPRD malah berbalik haluan. Mereka berlomba-lomba mengeluarkan pernyataan menolak Raperda tersebut.

Pasal Diskriminatif Raperda Manokwari

Butir 14 Ketentuan Umum : Injil sebagai kabar baik
Pasal 25 : Pembinaan mental memperhatikan budaya lokal yang menganut agama Kristen.
Pasal 26 : Pemerintah dapat memasang simbol agama di tempat umum dan perkantoran.
Pasal 30 : Melarang pembangunan rumah ibadah agama lain jika sudah ada gereja.
Pasal 37 : Melarang busana yang menonjol simbol agama di tempat umum.

Akibat dari pasal-pasal tersebut :
- Melarang pemakaian busana muslimah ditempat umum
- Melarang pembangunan masjid di tempat yang sudah ada gereja
- Melarang Azan
- Membolehkan pemasangan simbol salib di seluruh gedung perkanoran dan tempat umum.

Dukungan pemda dan gereja

Dalam demo menolak Islamic Center, 17 November 2005, turut hadir petinggi-petinggi daerah antara lain Bupati Manokwari Drs Dominggus Mandacan, Ketua DPRD Kabupaten Moses Mosioi, STh, Dandim 1703 Manokwari Letkol Suyitno dan Kapolres Manokwari AKBP Drs Pietrus Waine, SH. Serta sejumlah anggota DPRD Kabupaten Manokwari.

Di barisan long march terdepan, tampak pendeta-pendeta diantaranya, Wakil Ketua Sinode GKI Papua, Pdt Herman Awom. Pernyataan sikap Kristiani Manokwari dibacakan oleh Ketua Badan Pekerja Antar Gereja Pdt I.S Rumbiak S Th.

Sekarang, aksi cuci tangan

Wakil Ketua DPRD Manokwari, Amos H May mengatakan, bahwa usulan Raperda hanyalah pokok pikiran yang diusung unsur gereja dan sejumlah pakar, ”Bentuknya baru berupa pokok pikiran, bukan raperda karena tidak diusulkan eksekutif dan legeslatif,” Kamis (22/3/07). Namun ia juga mengakui bahwa usulan tersebut sudah masuk ke eksekutif.

Pendeta Weinata Sairin, wakil sekertaris PGI menyatakan, ”PGI tetap menolak perda atau raperda yang berbasis agama, karena hal itu menimbulkan diskriminasi.” Rabu ( 28/3/07). Pastor Benny Susetyo, sekertaris eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan KWI pada hari sebelumnya juga memberikan pernyataan yang sama, ”Pada dasarnya KWI menolak setiap perda yang berbasis agama termasuk Raperda Kota Injil di Manokwari.”

Lalu siapa dalang Perda Manokwari Kota Injil ?

Siapa yang menjadi dalang kiranya sudah cukup jelas jika merunut lagi pada kejadian dua tahun yang lalu. Tapi munculnya gagasan Kristenisasi struktural dengan mengklaim diri punya otoritas menjadikan Injil sebagai perda untuk membangun Kota Injil Manokwari, jelas merupakan suatu kebohongan besar dan ada agenda lain terhadap keutuhan NKRI.

Sebuah opini yang dipaksakan, dikatakan bahwa Papua adalah tanah Kristen. ”Umat Protestan (saja) berjumlah lebih dari setengah penduduk Papua. Katolik adalah mayoritas di bagian selatan dan Manokwari terletak di bagian utara.” Ungkap website resmi mereka, Mirifikca e-News.

Tapi menurut Junaidi aktivis GP Anshor, selisih penduduk non-Muslim dan Muslim di Manokwari tidak terpaut jauh. Ustad Fazdlan Garamatan kepada ARANA (6/1/08) mengungkap bahwa pada tahun 1994, sensus dilakukan pada penduduk Jaya Pura dan hasilnya 70% adalah Muslim. Fakta ini ditolak oleh pemda setempat.

”Raperda ini bukan murni dirancang oleh pemerintah daerah, namun merupakan tekanan dari pihak gereja seluruh Papua,” kata Ustd. Aliyuddin Abdul Aziz, tokoh Islam dan pengasuh Pondok Pesantren Darut Taqwa Manokwari.

Menanggapi sikap penolakan PGI dan KWI serta kalangan gereja yang lain terhadap Raperda tersebut, Ustad. Aliyuddin mengatakan, ” Ini hanya kamuflase. Karena saat awal-awal beredarnya Raperda ini, pihak gereja seakan acuh. Malah mereka bilang bahwa Raperda ini dimunculkan pihak ketiga (provokator) untuk mengadu-domba kehidupan beragama di Manokwari. Namun setelah kami desak, akhirnya mereka mengaku bahwa mereka merancang Raperda ini.”

Lalu bagaimana kondisi masyarakat Papua sekarang ? Menurut Junaidi, sejauh ini situasi masih damai dan tenang. ”Warga juga tak menghendaki Raperda yang membuat hidup rukun kami jadi bermusuhan.”
Pernyataan terakhir ini perlu kiranya untuk digaris bawahi, “Warga juga tak menghendaki Raperda…”, inilah kondisi atau fakta yang ada. Isue kebutuhan rakyat Papua akan Raperda, menunjukkan adanya kepentingan segolongan kecil masyarakat yang mengatasnamakan rakyat Papua. Sedangkan apa yang mereka suarakan justru bertentangan dengan aspirasi rakyat Papua yang sebenarnya.

Terbuktilah, bahwa Raperda tersebut bukan aspirasi dan kebutuhan rakyat Papua !

Silmy Kaffah.
Sumber : Hidayatullah, Mirifica e-news, swara muslim, republika.

DEMO KRISTEN MENOLAK ISLAMIC CENTER DI MANOKWARI



Dengan merunut ke belakang, ternyata tuntutan agar Manokwari dijadikan kota
Injil mengemuka setidaknya sejak dua tahun lalu, yakni saat ribuan warga
melakukan demonstrasi menentang pembangunan masjid raya dan Islamic center di kota itu, 17 November 2005.
Ribuan warga kristen berkumpul di Gereja Maranatha, Jalan Merdeka, Manokwari. Hari Kamis, 17 November 2005 saat itu mereka sudah berkumpul sejak jam 07.00 WIT. Maksudnya, untuk melakukan unjukrasa penolakan terhadap pembangunan Masjid Raya / Islamic Center di kota tersebut.
Unjuk rasa dilakukan dalam bentuk long march ke Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Irian Jaya Barat (IJB). Mereka menyampaikan pernyataan sikap menentang pembangunan Masjid Raya dan Islamic Centre, tapi sebelumnya terlebih dahulu dilakukan ibadah dan menggelar doa di dalam gereja Maranatha.

Selain memadati ruangan gereja, ribuan massa tersebut juga memadati halaman gereja tersebut. Tampak di luar Gereja turut hadir petinggi-petinggi di daerah ini, antara lain, Bupati Manokwari Drs Dominggus Mandacan, Ketua DPRD Kabupaten Moses Mosioi, STh, Dandim 1703 Manokwari Letkol Suyitno dan Kapolres Manokwari AKBP Drs Pietrus Waine, SH. Serta sejumlah anggota DPRD Kabupaten Manokwari. Para pejabat tersebut duduk di halaman gereja sambil menunggu pelaksanaan ibadah.

Ibadah selesai sekitar pukul 09.00 WIT, ribuan massa mulai meninggalkan gedung gereja dan menuju kantor DPRD IJB yang berjarak kurang lebih 700 meter dari Gereja Maranatha. Di barisan depan, tampak pendeta-pendeta diantaranya, Wakil Ketua Sinode GKI Papua, Pdt Herman Awom, kemudian di belakang disusul para jemaat. Mereka berjalan sambil menyanyikan lagu-lagi rohani.

Di halaman kantor DPRD, massa diterima langsung Ketua DPRD Jimmy Demiasnus Iji, Wakil Ketua II H Ismail dan sejumlah anggota DPRD lainnya. Tampak pula Bupati, Kapolres, Dandim serta pejabat teras lainnya. Sebelum Ketua DPRD IJB memberikan tanggapan atas aspirasi, terlebih dahulu Ketua Badan Pekerja Antar Gereja, Pdt I.S Rumbiak S Th, membacakan pernyataan sikap umat Kristen Manokwari. Antara lain, yang paling utama adalah menolak pembangunan Mesjid Raya dan Islamic Center. Mereka juga meminta pemerintah untuk membubarkan panitia pembangunan mesjid raya dan Islamic center. Untuk memperkuat hal tersebut mereka juga mendesak kepada DPRD IJB dan Kabupaten Manokwari untuk segera membuat dan menetapkan peraturan daerah (Perda) tentang Manokwari sebagai Kota Injil.

Meskipun begitu, mereka juga meminta pihak DPRD IJB dan Manokwari untuk segera menyelenggarakan dialog antar umat beragama untuk membangun persepsi yang sama tentang kota Injil Manokwari dan Papua sebagai zona damai. Usai membacakan pernyataan sikap selanjutnya Ketua DPRD IJB dan kabupaten memberikan tanggapan. Setelah itu, yang dipimpin Pdt Dimara, mereka kembali menggelar doa, usai berdoa secara tertib mereka meninggalkan halaman kantor DPRD. Selanjutnya mereka kembali ke Gereja Maranatha untuk melakukan ibadah.



  • Note :
    Turut hadir petinggi-petinggi di daerah ini, antara lain, Bupati Manokwari Drs Dominggus Mandacan, Ketua DPRD Kabupaten Moses Mosioi, STh, Dandim 1703 Manokwari Letkol Suyitno dan Kapolres Manokwari AKBP Drs Pietrus Waine, SH. Serta sejumlah anggota DPRD Kabupaten Manokwari.

    Di barisan depan, tampak pendeta-pendeta diantaranya, Wakil Ketua Sinode GKI Papua, Pdt Herman Awom.

    Ketua Badan Pekerja Antar Gereja Pdt I.S Rumbiak S Th membacakan pernyataan sikap umat Kristiani Manokwari.

Silmy Kaffah
Sumber : infoPapua.com

Mengapa muncul Raperda berbasis Injil di Manokwari

Sedangkan pendatang yang Islam, mereka tekun bekerja, bangun diwaktu subuh dan mencari nafkah hingga ke pedalaman Papua bahkan menetap disana. Mereka menjadi contoh yang baik..
Izin pembangunan Islamic Center di Manokwari rupanya menjadi sebuah hentakan hebat yang membangunkan kaum gereja. Betapa tidak, selama ini mereka terlena dengan opini yang mereka tebar bahwa Papua adalah tanah Kristen, mayoritas masyarakat Papua adalah umat Kristiani.

Ternyata fakta di lapangan jauh dari bayangan mereka. Perkembangan Islam demikian pesat di Papua. Untuk tahun 1994 saja di Jayapura, jumlah penduduk muslim mencapai 70%, namun hasil sensus independen ini ditolak Pemda setempat.

Bola panas Raperda Kota Injil telah bergulir dan mendatangkan gelombang protes yang sangat besar di Indonesia. Lalu pihak Pemda dan Gereja buru-buru menolak mengakui dan bahkan berusaha mencari kambing hitam dengan mengatakan bahwa ide Raperda Kota Injil adalah rekayasa oknum yang berusaha memecah belah NKRI. Maka saat ini Arana akan mengutip sebuah artikel yang beredar di internet, yang dikeluarkan oleh OBOR INDONESIA, Pusat Artikel Kristiani.

Artikel yang ditulis oleh R.Mandagie ini berusaha menganalisa dan menjelaskan alasan mengapa muncul Raperda berbasis Injil di Manokwari. Menurut dia, Perda berbasis Injil di Manokwari muncul karena kebutuhan. ”Pendalaman Injil ditanah Papua sangat dibutuhkan.” Ia juga menyayangkan masih banyaknya tokoh-tokoh Kristen yang berdomisili di luar Papua menilai keberadaan Raperda berbasis Injil di Manokwari sebagai akibat munculnya Perda Syariat Islam di beberapa wilayah Indonesia yang lain.

Menurut R.Mandagie ada beberapa faktor yang menjadi alasan perlunya keberadaan Raperda Kota Injil di Manokwari. Alasan tersebut antara lain,

Kristen di luar Papua cuek
Tokoh-tokoh Kristen yang berada di luar Papua kurang memperhatikan orang-orang Kristen terbelakang di Papua. Adapun pendatang yang kebetulan juga kristen, mereka hanya tertarik untuk mencari nafkah karena memang Papua kaya dengan sumber daya alam, tanpa memperdulikan kehidupan warga Kristen disana.

Islam lebih simpatik
Sedangkan pendatang yang Islam, mereka tekun bekerja, bangun diwaktu subuh dan mencari nafkah hingga ke pedalaman Papua bahkan menetap disana. Mereka menjadi contoh yang baik. Dan keberadaan muslim Papua ini justru mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak terutama sesama saudara muslim di luar Papua.

Otonomi khusus
APBD otonomi khusus yang besar tidak mengubah karakter penduduk asli Papua, malah sudah banyak terlihat sebagian dana otonomi itu dipakai untuk membeli ”dosa”.

Kerja misionaris
Kwalitas penginjilan misionaris Kristen Papua sekarang kurang dibanding yang dahulu.

Pendatang di Manokwari
Lokasi wilayah kabupaten Manokwari yag berdekatan dengan daerah eksplorasi gas alam terbesar di Indonesia menyebabkan banyaknya pendatang yang mencari nafkah disana. Ini perlu mendapat perhatian khusus karena berdampak merosotnya iman Kristiani masyarakat.

Karena klaim sejarah
Karena sejarah menulis bahwa kristen lah agama yang pertama kali masuk Papua lewat Manokwari, maka perlu dibuat suatu aturan yang melindungi eksistensi agama Kristen.

Selain R.Mandagie, Pendeta Sherli Parinusa juga punya pendapat yang senada. Menurutnya perda tersebut tidak bernuansa sara tapi bermaksud menghargai kekhasan yang ada. ”Mungkin ada tafsiran yang katakan perda ini akan sara. Tetapi tujuan sebenarnya tidak, ini hanya mengedepankan kekhasan agar dihargai, misalnya di Aceh ada Serambi Mekkah. Kita katakan Manokwari sebagai kota Injil dengan mengedepankan sebagai Kota Perdamaian, kebenaran toleransi bersama”.

Dari sini terbaca bagaimana pendapat mereka tentang Raperda Kota Injil yang ternyata di wilayah interen mereka juga masih berselisih. Dan kalau mereka menuding dengan alasan bahwa Raperda Kota Injil adalah ciptaan oknum yang sengaja mau memecah belah NKRI, rupanya itu hanya sekedar alasan saja.



Silmy Kaffah
Sumber : Obor Indonesia, Radio Nederland Worldwide

ISLAM AGAMA ASLI ORANG PAPUA

Fak-fak boleh dikatakan sebagai "serambi Mekkah" selain yang di Aceh. Kawasan ini adalah pemasok muballigh dan guru agama ke pelosok-pelosok Irian Jaya. Ribuan komunitas muslim dari kalangan pribumi juga tersebar di 14 tempat terpisah di Kabupaten Jayawijaya.

Jika menyebut "Papua", yang terlintas di benak adalah suku-suku primitif yang telanjang. Tanah orang Kristen. Sehingga kemudian sampai pada pertanyaan, "Memang di Papua ada Islam ?".

Itulah beberapa opini yang ternyata sengaja dibentuk untuk mencitrakan bumi Cendrawasih ini. Mengapa demikian ? Hal ini berkaitan erat dengan kekayaan bumi yang dimiliki tanah Irian yang menyedot perhatian banyak pihak untuk mewujudkan masing-masing kepentingannya disana.

Jauhnya perjalanan menuju Irian bisa jadi salah satu faktor yang menghambat dakwah Islam disana. Dari pelabuhan Tanjung Perak Surabaya membutuhkan waktu 7 hari mengarungi lautan untuk sampai di Irian. Atau 8 jam perjalanan dengan pesawat dari Jakarta untuk tiba di kawasan paling timur Indonesia tersebut.

Adakah Islam di Irian ?
Sebuah pertanyaan yang skeptis, "Adakah komunitas pribumi penganut Islam ?". Pertanyaan semacam ini bukanlah hal aneh mengingat sangat sedikitnya pengetahuan masyarakat umum di luar Papua tentang Islam di Irian Jaya. Orang tidak akan heran jika dikatakan Papua identik dengan Kristen atau Papua adalah Kristen. Semenjak heboh Perda Manokwari timbul juga opini salah di masyarakat yang menganggap memang di Irian Jaya jumlah pemeluk Kristen mencapai 60% lebih, artinya muslim memang minoritas disana.

Islam agama nenek moyang Papua !
Wah, ini baru menarik !. Lalu apa yang sudah terjadi selama ini ? Sebuah pembentukan opini, penutupan fakta sejarah yang dilakukan dengan sangat rapi. Di Irian Jaya yang jumlah total populasinya sekitar 2,4 juta jiwa.

Jumlah muslim sekurang-kurangnya adalah 900 ribu orang. Gubernur pertama Irian Jaya adalah seorang muslim yakni H.Zainal Abidin Syah (1956-1961) yang merupakan Sultan Tidore. Disusul Gubernur muslim lainnya, P.Parmuji, Acup Zaenal, Sutran dan Busiri. Sejak setelah Gubernur Busiri hingga sekarang, Kepala Daerah selalu dijabat oleh Kristen.

Saat ini disejumlah tempat misalnya, Kokas, Kaimana, Patipi, Rumbati dan Semenanjung Onin komunitas muslim semakin berkembang. Di Kabupaten Sorong sejumlah daerah yakni Waigeo, Misool, Doom, Salawati, Raja Ampat dan Teminabuan terdapat Kampung Islam. Di Manokwari kampung Islam terdapat di Bintuni, Babo dan Teluk Arguni. Di kabupaten Jayawijaya perkampungan Islam terdapat di Walesi, Hitigima, Kurima, Megapura, Kurulu, Assogima, dll.

Fak-fak boleh dikatakan sebagai "serambi Mekkah" selain yang di Aceh, karena kawasan ini adalah pemasok muballigh dan guru agama ke pelosok-pelosok Irian Jaya. Ribuan komunitas muslim dari kalangan pribumi juga tersebar di 14 tempat terpisah di Kabupaten Jayawijaya. Seperti di Desa Walesi dengan kepala sukunya Bapak H Aipon Asso, di sana terdapat 600 Muslim yang masuk Islam 26 Mei 1978.

Efek domino syahadat terus merambat ke Megapura. Di sana terdapat 165 Muslim penduduk asli yang dipimpin oleh kepala sukunya yang bernama Musa Asso. Komunitas Muslim asli juga terdapat di berbagai kecamatan seperti di Kurulu 61 orang, Kelila 131 orang, Bakondidi 57 orang, di Karubaga 59 orang, di Tiom 79 orang, di Makki 40 orang, di Kurima 18 orang, di Assologima 184 orang, di Oksibil 20 orang, di Okbibab 10 dan di Kiwirok 15 orang. Sedang di kota Wamena sendiri sekalipun bercampur dengan para pendatang dari Jawa, Bugis dan Sumatera jumlah komunitas Muslim di sini mencapai tidak kurang dari 5000 orang.

Dari kalangan kepala suku dan pendeta yang masuk Islam selain H.Aipon Asso dan Mussa Asso di atas, sebagian dapat disebutkan di sini seperti Ismail Yenu(68), seorang Kepala Suku Besar Yapen-Waropen Manukwari; Wilhelmus Waros Gebze (53), Kepala Suku Marin di Merauke; dan Romsumbe, pendeta yang masuk Islam bersama 4 orang anaknya di Biak Numfor.

Bersatunya dua ormas besar
Satu hal yang menggembirakan, dan harusnya menjadi panutan seluruh muslim di Indonesia yakni di sini ada pemandangan menyejukkan dengan "bersatunya" dua ormas terbesar, NU dan Muhammadiyah di dalam sebuah institusi pendidikan. Kedua ormas yang di luar tempat ini (Papua) kerap ribut, di sini mereka membentuk yayasan gabungan bernama Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) pada 15 Desember 1968.

Keberadaan Yapis ini bukan saja mendapat respon positif dari kalangan Muslim, tapi juga orang tua non-Muslim. Banyak dari mereka yang menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah ini dengan alasan bervariasi antara lain: disiplin yang tinggi dan melarang murid untuk mabuk-mabukkan, sementara mabuk merupakan budaya sebagian masyarakat yang masih terasa sulit dihilangkan.

Saat ini kedudukan Yapis di mana masyarakat Papua hampir sama sejajar dengan Lembaga Pendidikan Kristen Kristus Raja. Ada ratusan sekolah di bawah naungan
Yapis dan dua Perguruan Tinggi ( STIE dan STAIS ) yang bernaung di bawah bendera Yapis. Selain NU dan Muhammaddiyah sejumlah institusi dakwah dapat disebutkan di sini seperti Dewan Dakwah Islamiyah, Hidayatullah, Persatuan Umum Islam, LDII, Pondok Pesantren Karya Pembangunan dll.

Nah, apakah Papua negeri tanah Kristen ??? Papua negeri Muslim!


Silmy Kaffaah
Sumber : Hidayatullah, Swara Muslim, Pikiran Rakyat, dll.